NELAYAN KEPULAUAN RIAU BUTUH KEHADIRAN NEGARA ๐ค❤️๐ฎ๐ฉ
Batam, JENIUSLINE.- Ironis‼️ Meskipun sumber daya perikanan Kepri terbilang luar biasa, nyatanya masih banyak PR yang perlu diselesaikan terkait permasalahan yang dialami para nelayan. Misalnya terkait perizinan kapal dengan bobot di atas 5 dan di bawah 10 GT (gross tonnage) yang dinilai membutuhkan waktu lama dan memakan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi, bila paceklik atau gagal panen mereka tak punya sumber penghidupan. Jalan pintasnya mereka mengutang pada juragan atau rentenir.
Demikian terungkap dalam Diskusi “Dukung Nelayan untuk Tingkatkan Hasil Produksi Laut Kepri” Bersama para Ikhwan Majelis Dakwah Al-Hikmah di Turi Beach Resort, Batam, Kepri. “Imbasnya, mereka tak pernah naik kelas dari kemiskinannya. Pasalnya, mereka tak punya alternatif sumber kehidupan lain kala paceklik dan gagal panen ikan. Makanya, nelayan dikategorikan masyarakat rentan,” kata Pewaris Sultan Riau Lingga, YM Tengku Fauzul.
Sebagai provinsi kepulauan, menurut Tengku Fauzul, daerah bekas wilayah Kesultanan Riau Lingga itu memiliki luas wilayah 251.810 km2 yang didominasi oleh perairan seluas 251.810 km2 atau sebesar 95,79 persen dari total wilayahnya. Berdasarkan kondisi geografis tersebut, maka tidak sulit bagi kita untuk mengidentifikasi besarnya potensi laut yang ada, terutama di bidang perikanan. Terlebih-lebih, laut Kepri terbentang dari Selat Malaka sampai ke Laut Cina Selatan. Lalu, seberapa besarkah potensinya?
“Namun sayangnya, saya melihat masih banyak nelayan yang kekurangan fasilitas memadai. Sebagai contoh para nelayan Kepri masih membutuhkan bantuan berupa pakan, bibit ikan, obat-obatan, alat tangkap ikan, kapal, serta ditambah tenaga penyuluh bagi nelayan yang melakukan budidaya ikan. Dalam lima tahun terakhir hingga 2015, baru 18.000 dari 105.000 lebih nelayan tradisional Kepri yang menerima bantuan dari pemerintah,” ujar Pewaris Kesultanan Riau Lingga itu.
Menurut Tengku Fauzul tidak hanya perizinan dan bantuan yang masih kurang, banyak nelayan juga mengalami permasalahan seperti tidak mendapatkan asuransi untuk diri sendiri dan keluarga seperti asuransi kesehatan, kematian dan kecelakaan kerja meskipun dalam bekerja sering menghadapi bahaya.
“Selain itu, Nelayan di Pulau-pulau yang berada di seputar Batam juga membutuhkan pabrik pembuatan es Batu. Selama ini, nelayan terpaksa membeli es batu ke pabrik es yang ada dengan Sistem kontrak. Bukankah lebih baik Pemerintah membantu mendirikan pabrik Es Yang nantinya dikelola oleh KOPERASI NELAYAN se tempat,”kata Tengku Fauzul.
Pewaris Sultan Riau Lingga itu, mengingatkan bahwa Berbagai problem tersebut di atas mengisyaratkan bahwa negara belum memiliki instrumen proteksi dan perlindungan sosial bagi nelayan yang berperan sebagai "jaring pengaman sosial" kala mengalami kasus perampasan laut, bencana pencemaran, dan kecelakaan laut. Maka, mau tidak mau negara mesti hadir buat merekonstruksi dan memikirkan ulang soal pembangunan kelautan dan perikanan. Nelayan tidak butuh retorika "poros maritim dunia". Nelayan butuh kehadiran all out negara untuk melindungi dan menjaga sumber daya perikanan yang jadi tumpuan hidupnya.
“Saya, sebagai Pewaris Sultan Riua Lingga mengajak kita semua untuk memberikan dukungan sehingga produktivitas dan hasil tangkapan ikan nelayan dapat terus meningkat. Sebab para nelayan juga turut berjasa dengan berkontribusi besar bagi masyarakat, daerah, dan negara,” pungkas Tengku Fauzul. (az).
Komentar
Posting Komentar